Pengampuan

PENGAMPUAN (CURATELE, CUSTODIAN, INTERDICTION)
1. Apa yang dimaksud dengan pengampuan?
Jawaban:
Pengampuan adalah keadaan orang yang telah dewasa yang disebabkan sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap mengurus kepentingannya sendiri atau kepentingan orang lain yang menjadi tanggungannya, sehingga pengurusan itu harus diserahkan kepada seseorang yang akan bertindak sebagai wakil menurut undang-undang dari orang yang tidak cakap tersebut. Orang yang telah dewasa yang dianggap tidak cakap tersebut disebut kurandus, sedangkan orang yang bertindak sebagai wakil dari kurandus disebut pengampu (kurator).
2. Di mana pengampuan diatur?
Jawaban:
Diatur dalam Pasal 433 sampai dengan Pasal 462 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (Ketentuan ini berlaku bagi seluruh golongan Timur Asing)
3. Siapa yang dapat dan siapa yang wajib ditempatkan di bawah pengampuan?
Jawaban:
Yang dapat ditempatkan di bawah pengampuan adalah orang yang telah dewasa yang berada dalam keadaan keborosan. Sedangkan, yang wajib ditempatkan di bawah pengampuan adalah orang yang telah dewasa, yang selalu berada dalam keadaan:
a. dungu (Belanda: onnozelheid, Inggris: imbecility);
b. sakit ingatan (Belanda: krankzinnigheid, Inggris: lunacy); atau
c. mata gelap (Belanda: razernij, Inggris: rage).
4. Apakah orang yang telah dewasa, yang berada dalam keadaan dungu, sakit ingatan, atau mata gelap juga wajib ditempatkan di bawah pengampuan apabila orang ini kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya?
Jawaban:
Ya.
5. Apakah seorang anak belum dewasa yang berada dalam keadaan dungu, gila (sakit ingatan) atau mata gelap boleh ditempatkan di bawah pengampuan?

Jawaban:
Tidak boleh, karena ia mempunyai seorang wakil menurut hukum, yaitu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau wali.

6. Prosedur apa yang harus ditempuh untuk menempatkan seorang dewasa, yang boros atau selalu berada dalam keadaan dungu, sakit ingatan (gila) atau mata gelap (dungu disertai suka mengamuk) di bawah pengampuan?
Jawaban:
Prosedurnya adalah dengan mengajukan permohonan untuk pengampuan kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman orang yang hendak dimohonkan untuk ditempatkan di bawah pengampuan (calon kurandus).
7. Syarat-syarat apa yang harus dipenuhi dalam permohonan pengampuan?
Jawaban:
Fakta-fakta yang menunjukkan keadaan dungu, gila (sakit ingatan), mata gelap atau keborosan, harus disebutkan dengan jelas dalam surat permintaan, dengan disertai bukti-bukti dan saksi-saksi yang dapat diperiksa oleh hakim.
Pada keborosan haruslah ditinjau apakah pengeluaran seseorang dibandingkan dengan penghasilan atau kekayaannya sudah sampai pada taraf keterlaluan dan tidak seimbang. Seseorang yang melakukan pengeluaran yang tidak seimbang dengan kekayaannya walaupun untuk tujuan sosial juga dapat dianggap sebagai pemboros.
8. Siapa saja yang berhak meminta pengampuan bagi orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila (sakit ingatan) atau mata gelap?
Jawaban:
a. Setiap anggota keluarga sedarah, dan
b. Suami atau istri.
9. Siapa saja yang berhak meminta pengampuan bagi orang dewasa yang berada dalam keadaan boros?
Jawaban:
a. setiap anggota keluarga sedarah baik dalam garis lurus maupun dalam garis samping sampai derajat keempat, dan
b. suami atau istri .
10. Siapa saja yang berhak meminta pengampuan bagi orang yang merasa lemah pikirannya, misalnya terlalu lanjut usia, sakit keras, dan cacat, sehingga merasa tidak mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri dengan baik?
Jawaban:
Dirinya sendiri.
11. Jika orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu atau gila (sakit ingatan) tetapi tidak mempunyai, baik suami atau istri maupun keluarga sedarah yang dikenal di Indonesia, siapa yang berhak meminta pengampuan baginya?
Jawaban:
Kejaksaan.
12. Apakah ada kewajiban untuk meminta pengampuan bagi orang dewasa, yang boros atau selalu berada dalam keadaan dungu, gila (sakit ingatan) atau mata gelap?
Jawaban:
Kewajiban untuk meminta pengampuan hanya ada bila seseorang yang dalam keadaan mata gelap. Dalam hal demikian jika mereka yang berhak tidak meminta pengampuan, Kejaksaan wajib melakukannya.

13. Bagaimana jalannya pemeriksaan Pengadilan terhadap permintaan seseorang untuk menempatkan orang lain yang sudah dewasa, yang selalu berada dalam keadaan boros, dungu, sakit ingatan (gila) atau mata gelap di bawah pengampuan?

Jawaban:
a. Bila Pengadilan Negeri berpendapat, bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu pengampuan, maka perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda.
b. Pengadilan Negeri setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, harus mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan (calon kurandus).
Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusannya No. 1753 K/Pdt/2005 tertanggal 27 April 2006 menyatakan Penetapan Pengadilan Negeri Medan tertanggal 9 September 2000 No. 517/Pdt-P/2000/PN-Mdn, tidak sah dan tidak berkekuatan hukum karena Judex Facti dinilai salah menerapkan hukum materil, khususnya tentang syarat untuk menetapkan seseorang di bawah pengampuan, yaitu harus didengar baik para keluarga sedarah atau semenda maupun calon kurandus sendiri.
c. Pemeriksaan tidak akan berlangsung sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari anggota-anggota keluarga sedarah.
d. Bila Pengadilan Negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda, dan setelah mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan, berpendapat bahwa telah cukup keterangan yang diperoleh, maka Pengadilan dapat memberi keputusan tentang surat permintaan itu tanpa tata cara lebih lanjut, dalam hal yang sebaliknya, Pengadilan Negeri harus memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya menjadi jelas.
e. Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut, bila ada alasan, Pengadilan Negeri dapat mengangkat seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang dimintakan pengampuan.
f. Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang terbuka, setelah mendengar atau memanggil dengan sah semua pihak dan berdasarkan Kesimpulan Jaksa.
g. Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam penetapan atau keputusan ini, harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan pengampuan kepada pihak lawannya dan diumumkan dengan menempatkan dalam Berita Negara.

14. Bagaimana jalannya pemeriksaan Pengadilan terhadap permintaan yang diajukan oleh seseorang untuk menempatkan dirinya sendiri di bawah pengampuan karena lemah akal pikirannya, sehingga merasa tidak cakap mengurus kepentingan diri sendiri dengan baik?
Jawaban:
Bila pengampuan diminta oleh seseorang untuk menempatkan dirinya sendiri di bawah pengampuan karena lemah akal pikirannya, sehingga merasa tidak cakap mengurus kepentingan diri sendiri dengan baik, Pengadilan Negeri mendengar para keluarga sedarah atau keluarga semenda, dan pemohon sendiri atau wakilnya, suami atau istrinya yang meminta. Dalam acara ini tidak diperlukan fakta-fakta yang menunjukkan adanya kelemahan akal budinya dan juga tidak perlu diajukan bukti-buktinya. Keterangan saksi-saksi tidak dilakukan. Pengadilan segera mengambil putusan setelah mendengar konklusi Kejaksaan.
Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam penetapan atau putusan ini, harus diumumkan oleh Kejaksaan dengan menempatkan dalam Berita Negara.
15. Apakah penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan dapat dimintakan pemeriksaan dalam tingkat banding?
Jawaban:
Penetapan dan putusan tersebut dapat dimintakan pemeriksaan dalam tingkat banding. Dalam tingkat banding, Hakim banding jika ada alasan, dapat mendengar lagi atau menyuruh mendengar lagi orang yang dimintakan pengampuan.
16.Kapan pengampuan mulai berlaku?
Jawaban:
Pengampuan mulai berlaku terhitung sejak saat putusan atau penetapan pengadilan diucapkan. Artinya, pengampuan sudah berlaku walaupun putusan atau penetapan itu dimintakan banding. Pengampuan berjalan terus tanpa terputus-putus seumur hidup kurandus, kecuali dihentikan berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
17. Apa konsekuensi hukum yang timbul terhadap kurandus dengan berlakunya pengampuan?
Jawaban:
Konsekuensi hukum yang timbul dengan berlakunya pengampuan terhadap kurandus atau orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, adalah:
a. Kurandus berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa;
b. Semua perbuatan perdata yang dilakukan oleh kurandus setelah berlakunya pengampuan adalah batal demi hukum. Namun, kurandus pemboros tetap berhak melangsungkan perkawinan, dengan izin kurator dan Balai Harta Peninggalan sekali kurator pengawas, berhak membuat wasiat, dan berhak pula meminta agar dikeluarkan dari pengampuan.
c. Kurandus yang sakit ingatan (gila) tidak dapat menikah dan juga tidak dapat membuat wasiat.
d. Ketentuan undang-undang tentang perwalian atas anak belum dewasa, yang tercantum dalam Pasal 331 sampai dengan 344, Pasal-pasal 362, 367, 369 sampai dengan 388, 391 dan berikutnya dalam Bagian 11, 12 dan 13 Bab XV, berlaku juga terhadap pengampuan.
e. Penghasilan kurandus karena keadaan dungu, gila (sakit ingatan) atau mata gelap, harus digunakan khusus untuk memperbaiki nasibnya dan memperlancar penyembuhan.
f. Kurandus yang belum dewasa tidak dapat melakukan perkawinan, pula tidak dapat mengadakan perjanjian-perjanjian selain dengan memerhatikan ketentuan-ketentuan pada Pasal 38 dan 151.
18. Apa pengampu (kurator) boleh minta dibebaskan dari kedudukannya sebagai pengampu (kurator)?
Jawaban:
Seorang pengampu (kurator) yang bukan merupakan suami, istri, dan keluarga sedarah dalam garis ke atas atau ke bawah, dapat minta dibebaskan dari kedudukannya sebagai pengampu (kurator) setelah ia telah menjalankan pengampuan itu lebih dari delapan tahun lamanya, dan permintaan ini harus dikabulkan.
19. Apakah perbuatan perdata yang terjadi sebelum perintah pengampuan diucapkan berdasarkan keadaan dungu, gila (sakit ingatan) dan mata gelap, dapat dibatalkan?
Jawaban:
Perbuatan perdata yang terjadi sebelum perintah pengampuan diucapkan berdasarkan keadaan tersebut dapat dibatalkan oleh hakim, jika dapat dibuktikan bahwa dasar pengampuan ini telah ada pada saat perbuatan-perbuatan itu dilakukan.
Namun, jika kurandus telah meninggal dunia, segala perbuatan perdata yang telah dilakukannya tidak dapat digugat berdasarkan berdasarkan keadaan dungu, gila (sakit ingatan) dan mata gelap, kecuali:
a. pembuatan surat-surat wasiat;
b. jika pengampuan atas dirinya telah diperintahkan atau dimintakan sebelum ia meninggal dunia;
c. jika bukti-bukti tentang penyakit itu tersimpul dari perbuatan yang digugat tersebut.
20. Kapan seorang pengampu diangkat, siapa yang mengangkat, dan bagaimana hal itu dilakukan?
Jawaban:
Seorang pengampu diangkat oleh Hakim setelah putusan tentang pengampuan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan. Pengampuan pengawas diperintahkan kepada Balai Harta Peninggalan. Dalam hal yang demikian, berakhirlah segala campur tangan pengurus sementara, yang wajib mengadakan perhitungan dan pertanggungjawaban atas pengurusannya kepada pengampu, bila ia sendiri yang diangkat menjadi pengampu, maka perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan kepada pengampu pengawas.
21. Siapa yang harus diangkat menjadi pengampu?
Jawaban:
Kecuali jika ada alasan-alasan yang penting untuk mengangkat orang lain sebagai pengampu, suami atau istri harus diangkat menjadi pengampu bagi istri atau suaminya, tanpa mewajibkan istri mendapatkan persetujuan atau kuasa apa pun juga untuk menerima pengangkatan itu.
22. Jika kurandus mempunyai anak-anak belum dewasa serta menjalankan kekuasaan orang tua, sedangkan istri atau suaminya telah dibebaskan atau diberhentikan dari kekuasaan orang tua, atau berdasarkan Pasal 246 tidak diperintahkan menjalankan kekuasaan orang tua, atau tidak memungkinkan untuk menjalankan kekuasaan orang tua, seperti juga jika kurandus menjadi wali atas anak-anaknya yang sah, siapa yang menjadi wali dari anak-anak sah kurandus?
Jawaban:
Dalam keadaan tersebut, demi hukum pengampu adalah wali atas anak-anak belum dewasa itu sampai pengampuannya dihentikan, atau sampai istri atau suaminya memperoleh perwalian itu karena penetapan Hakim yang dimaksudkan dalam Pasal 206 dan 230, atau mendapatkan kekuasaan orang tua berdasarkan Pasal 246a, atau dipulihkan dalam kekuasaan orang tua atau perwalian.
23. Kapan atau apa yang menyebabkan berakhirnya pengampuan?
Jawaban:
Dibedakan antara berakhirnya pengampuan secara absolut dan secara relatif.
(1) Secara absolut, yaitu berakhirnya yang disebabkan:
a. meninggalnya kurandus;
b. adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan alasan-alasan pengampuan telah hapus;
(2) Secara relatif, yaitu berakhirnya yang disebabkan:
a. kurator meninggal dunia;
b. kurator dipecat atau dibebastugaskan;
c. suami diangkat sebagai kurator yang dahulunya berstatus sebagai kurandus;
Namun, penghentian pengampuan itu tidak akan diberikan, selain dengan memperhatikan tata cara yang ditentukan oleh undang-undang guna memperoleh pengampuan, dan karena itu orang yang ditempatkan di bawah pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya sebelum putusan tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Pembebasan diri pengampuan harus diumumkan dengan menempatkannya dalam Berita Negara.

Tinggalkan komentar